Kamis 10 07 2025
  • Topik Utama

    Copyright © 2025 Berita Aceh Terkini
    Best Viral Premium Blogger Templates
    NEWS RBACEH :
    Raja Baginda...

    Iklan

    Konser Hindia di Banda Aceh: Antara Euforia Hiburan dan Sensitivitas Kultural yang Terabaikan

    Admin
    6/13/25, 10:41 WIB Last Updated 2025-06-13T03:47:09Z

    Rahul Mahfud dan Alim Syahyujar Aktivis Aceh
    NEWSRBACEH I BANDA ACEH – Rencana konser musisi Hindia yang dijadwalkan berlangsung pada 18 Juni 2025 di Taman Budaya Aceh menuai sorotan dari sejumlah kalangan aktivis dan pemerhati budaya. Meski di satu sisi dianggap sebagai ajang hiburan dan apresiasi seni musik anak muda, konser ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang kepatuhan terhadap nilai-nilai lokal dan norma syariat Islam yang berlaku di Aceh.

     

    Aktivis muda Aceh, Rahul Mahfud dan Alim Syahyujar, Melalaui rilisnya yang dikirm ke newsrbaceh.com, Kamis 12 Juni 2025, menilai bahwa konser tersebut menunjukkan lemahnya kepekaan terhadap kearifan lokal dan prinsip-prinsip sosial keislaman.

     

    Mereka mempertanyakan keterlibatan otoritas adat, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), dan tokoh agama dalam proses perencanaan acara, yang dianggap penting dalam menjaga marwah budaya Aceh sebagai daerah bersyariat.

     

    “Konser musik populer seperti ini bukan persoalan siapa yang tampil, tapi bagaimana panitia mampu menyelaraskan antara hiburan dan nilai religius yang dijaga oleh masyarakat. Apakah ada pemisahan gender? Apakah konten lagu disaring dengan mempertimbangkan norma-norma lokal?” kata Rahul Mahfud kepada media.

     

    Ia juga menyinggung reputasi Hindia yang sempat memicu kontroversi dalam beberapa penampilan sebelumnya karena visualisasi dan narasi yang dianggap tidak sensitif terhadap nilai religius. “Di daerah seperti Aceh, konser seperti ini harus dikelola dengan hati-hati. Kalau tidak, justru menimbulkan resistensi publik,” ujarnya.

     

    Sementara itu, Alim Syahyujar menggarisbawahi bahwa pentingnya pelibatan tokoh adat dan MPU dalam setiap penyelenggaraan acara publik berskala besar bukan untuk membatasi kreativitas, tetapi untuk menjembatani nilai seni dan etika budaya setempat.

     

    “Budaya bukan tembok penghalang, tapi bingkai yang melindungi martabat masyarakat. Bila konser ini dilakukan tanpa partisipasi aktif unsur MPU dan aparat daerah, kita khawatir justru menjadi sumber ketegangan sosial yang seharusnya bisa dihindari,” tegas Alim.

     

    Keduanya sepakat bahwa seni dan hiburan tetap bisa tumbuh di Aceh, asalkan dikelola dengan menghargai konteks lokal. Dengan begitu, Aceh bisa menjadi contoh harmonisasi antara modernitas dan nilai-nilai Islam, bukan medan benturan dua arus besar.

     

    Konser Hindia di Banda Aceh pun kini berada di bawah sorotan tajam: apakah akan menjadi ajang selebrasi seni yang bijak, atau justru memicu polemik baru dalam ruang publik Aceh yang sarat nilai dan norma.

     

    Penulis: Rahul Mahfud dan Alim Syahyujar Aktivis Aceh

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini