![]() |
Ketika Guru Menjenguk, Di Balik Seragam Sekolah, Faisal Bertarung dengan Kemiskinan |
NEWSRBACEH I ACEH UTARA - Kisah menyentuh datang dari SMP Negeri 2 Syamtalira Bayu, ketika guru-guru sekolah tersebut menjenguk seorang murid mereka, Muhammad Faisal, yang tidak hadir selama beberapa hari.
Kunjungan yang awalnya bertujuan untuk memastikan kondisi
kesehatan sang siswa, justru membuka mata semua pihak akan kondisi kehidupan
yang sangat memprihatinkan. Sabtu 6 September 2025.
Di Dusun Cot Hagu, Gampong Blang Majron, Kecamatan
Syamtalira Bayu, para guru mendapati Faisal tinggal bersama orang tuanya di
sebuah rumah yang nyaris roboh. Dinding rumah terbuat dari anyaman bambu rapuh,
atapnya dari daun rumbia yang bolong di sana-sini, dan lantainya hanya berupa
tanah basah. Rumah itu jauh dari kata layak huni, apalagi untuk tumbuh kembang
seorang anak yang sedang menempuh pendidikan.
Kondisi ini menjadi cermin nyata kemiskinan ekstrem yang masih ada di tengah-tengah kita. Ironisnya, kondisi seperti ini tidak terdeteksi lebih awal oleh pihak sekolah maupun pemerintah setempat, hingga akhirnya terungkap dari inisiatif kemanusiaan para guru.
Ketua Tuha Peut Gampong Blang Majron, Imam Sayuti,
S.Tr.Kom., M.T., mengungkapkan bahwa keluarga Muhammad Faisal sudah lama
tergolong miskin, bahkan bisa dikatakan masuk kategori sangat miskin.
“Ini bukan soal kurang mampu, tetapi memang sudah masuk
kategori miskin. Warga seperti keluarga Muhammad Faisal sangat membutuhkan
rumah yang layak huni agar dapat hidup lebih aman dan tenang,” ujarnya.
Sayangnya, menurut Imam Sayuti, pengelolaan Dana Desa selama
ini belum benar-benar menyentuh warga dalam kondisi seperti ini. Ia
menyayangkan minimnya partisipasi masyarakat dan lembaga seperti Tuha Peut
dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan anggaran desa.
“Melalui Dana Desa seharusnya bisa dialokasikan untuk
pembangunan rumah layak huni. Namun, kami Tuha Peut tidak dilibatkan dalam
perencanaan pembangunan, begitu juga partisipasi masyarakat nyaris tak ada,”
tambahnya.
Kritik ini bukanlah untuk menyalahkan satu pihak, namun
harus menjadi panggilan serius bagi seluruh pemangku kebijakan dari tingkat
desa, kabupaten, hingga provinsi untuk berbenah. Dana desa, program sosial
pemerintah, dan bantuan dari lembaga seperti Baitul Mal Aceh Utara serta Baitul
Mal Provinsi Aceh seharusnya tepat sasaran dan menyentuh mereka yang
benar-benar membutuhkan.
Kisah Muhammad Faisal seharusnya menggugah Nurani kita
bersama. Bahwa di balik semangat anak-anak untuk menuntut ilmu, masih banyak
dari mereka yang berjuang dari rumah-rumah yang hampir roboh, perut yang lapar,
dan kehidupan yang serba terbatas.
Ajakan untuk Bertindak
Pemerintah daerah, perangkat desa, lembaga zakat, organisasi
sosial, serta masyarakat umum perlu bersinergi secara konkret. Bukan hanya
dalam bentuk bantuan jangka pendek, tetapi juga dalam menyusun kebijakan yang
lebih adil, transparan, dan berpihak pada yang paling membutuhkan.
Muhammad Faisal hanyalah salah satu wajah dari banyak
anak-anak Aceh Utara yang bernasib serupa. Sudah waktunya kita tidak hanya
melihat, tetapi ikut turun tangan agar mimpi mereka tidak runtuh bersama atap
rumah yang bocor.