![]() |
Farhan Zuhri Memperlihatkan hasil karya ija oen kayee, foto: |
NEWSRBACEH I LHOKSEUMAWE —
Di tengah derasnya arus digitalisasi dan modernisasi industri tekstil, muncul
sebuah kisah inspiratif dari tanah rencong. UMKM Ija Oen Kayee, yang berarti
“Kain dari Daun Kayu” dalam bahasa Aceh, bukan hanya menjadi simbol kearifan
lokal, tetapi juga pendorong nyata pertumbuhan ekonomi daerah.
Di balik kisah sukses ini berdiri
sosok muda visioner: Farhan Zuhri, wirausahawan asal Gandapura, Kabupaten
Bireuen yang berbagi pengalam dan infromasi kepada newsrbaceh.com Senin 8
September 2025. Berbekal semangat sosial dan
kepedulian terhadap sesama, Farhan memulai inisiatif ini pada tahun 2020 dengan
satu misi: memberdayakan emak-emak melalui pelestarian alam dan budaya. Usaha ini bergerak di bidang
ecoprint, yaitu teknik pewarnaan alami pada kain menggunakan dedaunan lokal.
Daun Jatoo, Oen Reudep, dan aneka flora khas Aceh menjadi motif eksklusif yang
tak hanya indah, tetapi juga mengandung nilai ekologis dan historis. Langkah pertama Farhan dimulai
dari pelatihan. Dengan dukungan sebuah perbankkan di Lhokseumawe, ia mengajak
para ibu rumah tangga untuk belajar teknik ecoprint. Bahan-bahan alami seperti
kunyit digunakan sebagai pewarna yang memberi warna emas simbol kejayaan Aceh.
Perlahan, pelatihan itu berkembang menjadi usaha bersama. “Kami mulai dari nol. Saya
ajarkan dari dasar. Kini, emak-emak sudah bisa produksi sendiri dan punya
penghasilan tetap,” ujar Farhan. Dan dari Forum Budaya ke Etalase
Nasional, Keahlian Farhan sebagai seniman dimanfaatkannya untuk memperkenalkan
produk Ija Oen Kayee di forum-forum budaya, termasuk Forum Budaya Aceh. Dari
situlah, produk ini mulai dilirik oleh pasar luar. Tidak butuh waktu lama, Ija Oen
Kayee membangun jejaring dengan toko tekstil ternama dan reseller di Aceh,
Medan, Jakarta, hingga Jawa Timur. “Alhamdulillah, sekarang produk
kami bisa ditemukan di berbagai kota besar. Yang paling membanggakan, ini karya
emak-emak lokal,” kata Farhan bangga. UMKM dan Era Digital: Menembus
Batas Tradisi dan Teknologi Keunikan Ija Oen Kayee tidak
hanya terletak pada produknya, tetapi juga pada pendekatannya yang adaptif
terhadap era digital. Melalui platform media sosial, marketplace, dan strategi
pemasaran daring, produk-produk ini menjangkau konsumen yang lebih luas tanpa
harus meninggalkan akar tradisionalnya. Inilah wajah baru UMKM di era
digital berakar pada kearifan lokal, namun menjulang di pasar global. Prestasi yang Diukir dari
Tangan-Tangan Kreatif Dedikasi Farhan dan tim Ija Oen
Kayee membuahkan hasil gemilang. Pada ajang Festival Meurah Silu 2023 yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia Kantor Perwakilan Lhokseumawe, Ija Oen
Kayee berhasil meraih Juara 1 Kategori Wirausaha Muda Syariah. “Momen ini bukan kemenangan saya
pribadi. Ini kemenangan kolektif seluruh emak-emak yang bekerja keras di balik
Ija Oen Kayee,” ungkap Farhan usai menerima penghargaan dari Kepala BI KPw
Lhokseumawe saat itu, Gunawan. Kisah Ija Oen Kayee membuktikan
bahwa UMKM bukan hanya roda kecil dalam mesin ekonomi, tetapi salah satu poros
utama dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan. Dengan prinsip pemberdayaan,
kemandirian, dan inovasi berbasis lokal, UMKM seperti ini mampu menghidupkan
ekonomi keluarga, memperkuat identitas budaya, dan membuka jalan bagi generasi
muda untuk berkarya. “Emak-emak adalah aset. Imajinasi
dan kreativitas merekalah yang membawa Ija Oen Kayee menembus pasar lokal
hingga nasional,” tutup Farhan. Harapan Lewat Daun dan Digital,
Ija Oen Kayee bukan sekadar produk tekstil. Ia adalah cerita tentang bagaimana
selembar daun bisa menjadi karya seni. Bagaimana tangan-tangan ibu rumah tangga
bisa membangkitkan ekonomi keluarga. Dan bagaimana semangat gotong royong, jika
dipadukan dengan inovasi dan digitalisasi, bisa menjadi kekuatan transformasi
ekonomi daerah. Dalam pusaran tantangan ekonomi
global, kisah ini menjadi pengingat: kita tak selalu butuh hal besar untuk
memulai perubahankadang cukup selembar daun dan niat yang tulus. (Raja Baginda) |