• Topik Utama

    Copyright © Berita Aceh Terkini
    Best Viral Premium Blogger Templates
    NEWS RBACEH :
    Raja Baginda...

    iklan

    MaTA Bongkar Praktik Sawit di Hutan Lindung Aceh Utara: PT IBAS Tak Kantongi IUP-B dan HGU

    Admin
    10/01/25, 13:46 WIB Last Updated 2025-10-01T06:46:28Z

    Koordinator MaTA Alfian saat diseminasi hasil dan diskusi dengan di Hotel Diana Lhokseumawe, Selasa, 30 September 2025. Foto: newsrbaceh/Raja Baginda


    NEWSRBACEH I LHOKSEUMAWE - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diseminasi hasil dan diskusi dengan tema “Menyibak Jejak Perusahaan Sawit di Kawasan Hutan Lindung” di Hotel Diana, Lhokseumawe, Selasa (30/9/2025).

     

    Dalam kegiatan tersebut, MaTA memaparkan temuan terkait praktik alih fungsi hutan lindung menjadi perkebunan kelapa sawit di Aceh Utara yang marak terjadi akibat perambahan oleh perusahaan.

     

    Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Koordinator MaTA Alfian, Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Dr. Yusrijal Hasbi, Ketua Komisi I DPRK Aceh Utara Tajuddin, Anggota Komisi V DPRK Aceh Utara Anzir, S.H., Kepala DPMPTSP Aceh Utara Nyak Tiari, serta Kepala Dinas Perkebunan, Peternakan, dan Kesehatan Hewan Aceh Utara Lilis Indriansyah. Sejumlah aktivis LSM dan jurnalis juga turut hadir.

     

    Koordinator MaTA, Alfian, menyampaikan bahwa tujuan diseminasi ini adalah untuk mengungkap dan mempublikasikan temuan, mendorong penegakan hukum, serta meningkatkan kesadaran semua pihak terhadap isu perambahan hutan lindung.

     

    Temuan MaTA

    Berdasarkan hasil pemantauan, MaTA menyebutkan PT Ika Bina Agro Wisesa (IBAS) hanya memiliki izin Pabrik Kelapa Sawit (PKS) berkapasitas 30 ton/jam, namun tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP-B) maupun Hak Guna Usaha (HGU). Hal ini telah dikonfirmasi ke dinas terkait.

     

    Perusahaan tersebut juga pernah mendapat surat peringatan dari KPH Wilayah III Aceh melalui surat No. 522/294 Tahun 2024 agar menghentikan pembukaan lahan di kawasan hutan lindung di Gampong Lubok Pusaka.

     

    Selain itu, perusahaan menjanjikan kebun plasma seluas 1.400 hektare kepada 700 KK di Gampong Lubok Pusaka (2 Ha/KK). Namun, hasil verifikasi menunjukkan 85,72 persen atau 1.200 hektare berada dalam kawasan hutan lindung, dan hanya sekitar 200 hektare di luar kawasan.

     

    Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa sejak 2018 hingga 2024, Aceh kehilangan 82.894 hektare kawasan hutan akibat perambahan, ekspansi perkebunan sawit, pertambangan, hingga aktivitas skala kecil oleh masyarakat. Dari jumlah itu, 8.377 hektare hilang di wilayah Aceh Utara.

     

    Di Gampong Lubok Pusaka sendiri, total kawasan hutan lindung mencapai 6.111 hektare. Antara 2018 hingga 2024, sekitar 80 hektare hutan telah dirambah, dan berdasarkan citra satelit 6 September 2025, angka itu meningkat menjadi 163,75 hektare.

     

    Jenis pohon yang tumbuh di kawasan hutan lindung ini antara lain meranti, damar, kayu kapur, gaharu, medang, dan merbau.

     

    MaTA juga mengungkap dugaan perambahan yang dilakukan oleh SF (46) sejak 2018 dengan izin lisan dari aparat desa seluas 60 hektare. Sementara itu, pihak perusahaan melalui vendor disebutkan membuka sekitar 20 hektare untuk kebun plasma.

     

    Perambahan ini menimbulkan konflik agraria, kerusakan ekologis, dan kerugian perekonomian negara. MaTA menilai perambahan sekitar ±100 hektare, baik oleh perusahaan maupun oknum warga, merupakan tindak pidana korupsi yang berpotensi merugikan negara.

     

    Maka dati itu, MaTA menyimpulkan PT IBAS telah melakukan aktivitas perkebunan tanpa izin sah, baik secara administratif (IUP, HGU) maupun persetujuan Masyarakat, Perusahaan tersebut diduga merambah kawasan hutan lindung yang berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis jangka panjang.

     

    Selanjutnya, Aktivitas penguasaan tanah garapan warga dilakukan secara tidak transparan dan tidak partisipatif, sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan agrarian dan terdapat dugaan keterlibatan camat dan aparatur desa dalam memfasilitasi pembukaan hutan lindung serta skema plasma, yang menempatkan warga sebagai alat legitimasi.

     

    Dalam kesempatan itu, MaTA merekomendasikan agar Bupati dan DPRK Aceh Utara segera melindungi dan mencegah perambahan kawasan hutan lindung di Gampong Lubok Pusaka dan segera menyelesaikan sengketa lahan antara warga dengan PT IBAS.

     

    Untuk Gubernur Aceh agar menertibkan perkebunan tanpa izin dan perusahaan yang tidak patuh secara hukum maupun sosial, dan Satgas PKH Kejaksaan Agung melakukan penegakan hukum atas kerugian negara akibat perambahan hutan lindung serta untuk Masyarakat Aceh, khususnya yang berada di wilayah hutan, berpartisipasi menjaga sumber daya alam agar tidak terjadi bencana alam yang merugikan semua pihak.

     

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Nasional

    +