• Topik Utama

    Copyright © Berita Aceh Terkini
    Best Viral Premium Blogger Templates
    NEWS RBACEH :
    Raja Baginda...

    iklan

    ALSA USK Soroti Isu Pengungsi Rohingya dalam Seminar Nasional: “Melindungi Kemanusiaan, Menjaga Kedaulatan”

    Admin
    9/27/25, 10:30 WIB Last Updated 2025-09-27T03:30:38Z

    ALSA USK Soroti Isu Pengungsi Rohingya dalam Seminar Nasional: “Melindungi Kemanusiaan, Menjaga Kedaulatan”


    NEWSRBACEH I BANDA ACEH – Sebagai bagian dari rangkaian acara Pra-Musywarah Nasional dan ALSA Leadership Training XXXII (PALT), ALSA Local Chapter Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar Seminar Nasional bertema “Dilema Perlindungan Pengungsi Rohingya di Indonesia dalam Absennya Ratifikasi Konvensi 1951”.

     

    Acara yang berlangsung di Anjong Mon Mata, Komplek Meuligoe Gubernur Aceh, Kamis (25/9/2025) ini bertujuan membedah isu kemanusiaan yang semakin kompleks sekaligus menyoroti tantangan kebijakan yang dihadapi Indonesia dalam konteks pengungsi lintas negara.

     

    Menghadirkan narasumber berpengalaman dari kalangan akademisi, praktisi kemanusiaan, hingga perwakilan UNHCR, seminar ini dirancang untuk memberikan wawasan menyeluruh. Para pembicara mengupas berbagai sudut pandang dengan tujuan memperdalam pemahaman masyarakat, khususnya generasi muda, mengenai urgensi perlindungan pengungsi, kompleksitas hukum lintas batas, serta potensi pembentukan regional customary law di kawasan ASEAN.

     

    Akademisi dan pakar hukum internasional, Aditya Rivaldi, menjelaskan lima elemen utama yang menjadi syarat seseorang disebut pengungsi berdasarkan Konvensi 1951, yakni berada di luar negara asal, memiliki ketakutan beralasan, serta tidak dapat atau tidak mau kembali karena penganiayaan. Ia juga menekankan prinsip fundamental seperti larangan pemulangan paksa (non-refoulement), non-diskriminasi, serta hak untuk tidak dipidana meski masuk secara ilegal.

     

    Aditya turut menyinggung posisi sulit nelayan lokal yang kerap berhadapan dengan dilema hukum. “Mereka seperti keju meleleh dalam sandwich. Di satu sisi ada hukum negara, di sisi lain ada nilai kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan,” ujarnya.

     

    Sementara itu, Rahmadi, Field Associate UNHCR, menyebut saat ini lebih dari 100 juta orang di dunia terpaksa meninggalkan rumah akibat konflik dan krisis. UNHCR, sebagai badan PBB yang telah beroperasi di 137 negara selama 74 tahun, melindungi tiga kategori utama: pengungsi lintas negara, orang tanpa kewarganegaraan, dan pengungsi internal.

     

    “Indonesia memang belum meratifikasi Konvensi 1951, tetapi tetap mendukung instrumen HAM internasional seperti ICCPR, ICESCR, dan CAT. Kerja sama antara UNHCR dan Indonesia telah berlangsung sejak 1979,” jelasnya. Ia menambahkan, perlu adanya pembaruan regulasi dan mekanisme koordinasi cepat, termasuk hotline antara nelayan dan satuan tugas pengungsi di daerah pesisir.

     

    Dari perspektif lokal, Al Fadhil, Direktur Yayasan Geutanyoe, menegaskan pentingnya pendekatan berbasis komunitas dalam penanganan pengungsi. Menurutnya, komunikasi publik yang adil diperlukan agar solidaritas masyarakat tidak bergeser menjadi konflik sosial. Yayasan Geutanyoe sendiri telah lama fokus pada isu kemanusiaan sejak pasca-tsunami 2004 dengan misi membangun komunitas ASEAN yang bermartabat, adil, dan berkelanjutan.

     

    Dalam konteks penegakan hukum, AKP Donna Briadi, S.I.K., M.H., Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, memaparkan kronologi penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan people smuggling yang melibatkan pengungsi Rohingya di Aceh. Ia menegaskan sejumlah tersangka telah diamankan dengan pasal-pasal hukum pidana nasional, lengkap dengan barang bukti yang memperlihatkan keseriusan aparat dalam membongkar jaringan penyelundupan manusia.

     

    “Kepolisian berkomitmen tinggi memberantas kejahatan ini. Kerja sama lintas instansi, termasuk dengan Imigrasi, pemerintah daerah, dan lembaga internasional, sangat penting untuk memastikan penanganan pengungsi yang aman dan bebas dari eksploitasi,” tegas Donna.

     

    Seminar ini ditutup dengan seruan agar isu pengungsi ditangani secara berkeadilan dan bermartabat melalui kolaborasi multisektor. Bagi ALSA Local Chapter USK, kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang diskusi, tetapi juga bentuk nyata komitmen mahasiswa hukum dalam mengembangkan intelektualitas sekaligus kepedulian sosial.

     

    Harapannya, diskusi-diskusi serupa dapat memicu perubahan nyata, baik dalam ranah kebijakan maupun praktik kemanusiaan di lapangan.

     

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Nasional

    +